Ketika ibu hamil akan memasuki fase persalinan trisemester ketiga, tentunya kesiapan mental dan fisik harus benar-benar dipersiapkan. Tak cukup hanya disitu saja, tapi ibu hamil dan pasangan pun harus lebih banyak mencari tahu informasi penting yang terkait dengan kesehatan ibu hamil dan bayi.
Hal ini perlu juga dipersiapkan dengan baik agar ibu hamil dan bayi dapat terhindar dari berbagai macam masalah kesehatan. Fase persalinan sebetulnya tidak hanya sampai pada keberhasilan sang ibu melahirkan anaknya dengan selamat.
Ada proses penting selanjutnya yang perlu dilakukan, yaitu mengeluarkan plasenta dari dalam lahir. Dan salah satu risiko masalah kesehatan yang mungkin muncul dalam fase ini adalah retensio plasenta.
Dalam beberapa kasus, ternyata plasenta tidak ikut keluar dari dalam rahim. Kondisi ini dikenal dengan nama retentio plasenta yang wajib diwaspadai oleh ibu-ibu yang baru melahirkan.
Apa Itu Retensio Plasenta?
Retensio plasenta adalah kondisi di mana plasenta bayi tidak ikut keluar dalam waktu sekitar 30 menit setelah bayi dilahirkan. Hal ini menandakan masalah serius yang dapat menyebabkan infeksi atau bahkan membahayakan nyawa sang ibu.
Plasenta merupakan organ yang akan terbentuk di dalam rahim ketika masa kehamilan dimulai. Plasenta berperan penting dalam mendukung proses tumbuh kembang bayi di dalam perut sebagai penyedia nutrisi dan oksigen untuk janin.
Meskipun retensio plasenta bukanlah kasus yang sering ditemui, tetapi termasuk dalam kondisi yang berbahaya sehingga membutuhkan penanganan lebih lanjut dari tim medis.
Jenis-jenis Retensio Plasenta
Retensio plasenta dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
- Placenta Adherens
Jenis kasus ini merupakan yang paling umum terjadi. Placenta Adherens terjadi ketika kontraksi rahim tidak cukup kuat untuk mengeluarkan plasenta. Hal ini menyebabkan plasenta tetap menempel di dinding rahim.
- Placenta Accreta
Placenta Accreta terjadi ketika plasenta menempel di dinding otot rahim, bukan lapisan dinding rahim. Persalinan dengan kasus seperti ini menjadi lebih sulit dan seringkali mengakibatkan perdarahan hebat, sehingga transfusi darah perlu disiapkan apabila diperlukan.
- Trapped Placenta
Kasus Trapped Placenta terjadi ketika plasenta berhasil terlepas dari dinding rahim, namun gagal untuk mengeluarkannya dari rahim. Sehingga plasenta masih terjebak di dalam rahim. Hal ini biasanya terjadi karena lubang serviks telah menutup sebelum plasenta bisa keluar.
Penyebab Terjadinya Retensio Plasenta
Proses persalinan secara umum melewati tiga fase. Fase pertama ditandai dengan dimulainya proses kontraksi yang menunjukkan bahwa rahim sedang bersiap untuk proses melahirkan bayi.
Fase kedua adalah saat sang ibu sukses melahirkan. Fase terakhir persalinan terjadi ketika plasenta berhasil keluar dari rahim wanita.
Namun dalam kasus retentio plasenta, plasenta terjebak di dalam rahim wanita. Kondisi ini biasanya disebabkan karena:
- Kontraksi yang tidak cukup kuat
- Menutupnya saluran serviks
- Pernah melakukan operasi di area rahim
- Mengonsumsi obat-obatan seperti oxytocin dalam jangka waktu yang lama
- Placenta tumbuh ke dalam dinding rahim
- Pernah melewati proses melahirkan beberapa kali
- Kelahiran dini
- Terlahir dengan kelainan bentuk rahim
- Kehamilan terjadi melalui proses bayi tabung
- Melahirkan bayi dengan ukuran dan bobot besar
Faktor Risiko Retensio Plasenta
Selain itu faktor-faktor tertentu juga dapat meningkatkan kemungkinan seorang ibu hamil mengalami retensio plasenta, di antaranya adalah:
- Kehamilan terjadi pada wanita di atas usia 30 tahun
- Pernah mengalami kelahiran prematur sebelum usia kandungan mencapai 34 minggu
- Melalui fase pertama dan kedua dalam persalinan yang sangat lama
- Memiliki pengalaman melahirkan bayi yang sudah dalam keadaan meninggal
Gejala Retensio Plasenta
Kondisi paling umum yang dapat terlihat tentu saja plasenta yang tidak keluar sepenuhnya dari rahim setelah bayi dilahirkan. Gejala lainnya bisa berupa terjadinya pendarahan sebelum plasenta keluar.
Jika bagian dari plasenta masih ada yang tertinggal di dalam lahir, maka biasanya penderita akan mengalami tanda-tanda berikut ini selama beberapa hari pasca melahirkan:
- Demam
- Tercium bau tidak enak dari vagina
- Perdarahan hebat
- Alami nyeri yang berlangsung lama
Pengobatan dan Penanganan Retensio Placenta
Pengobatan untuk kasus retensio placenta sebetulnya sederhana, hanya perlu mengeluarkan plasenta dari dalam rahim ibu melahirkan. Tindakan penanganan yang biasanya dilakukan oleh dokter antara lain :
- Manual. Dokter akan mengeluarkan plasenta secara manual dengan tangan. Meski begitu cara ini sebetulnya dapat menimbulkan resiko terjadinya infeksi pada ibu melahirkan.
- Obat-obatan. Pemberian obat-obatan yang dapat merangsang kontraksi pada rahim untuk dapat membantu mengeluarkan plasenta. Obat yang digunakan misalnya oxytocin atau methylergometrine.
- Menyusui. Kegiatan ini juga dapat dimanfaatkan. Karena dalam beberapa situasi, proses menyusui dapat menyebabkan rahim kembali berkontraksi dan cukup mungkin untuk mengeluarkan plasenta dari rahim.
- Buang air kecil. Terkadang, metode sederhana seperti buang air kecil ternyata juga cukup efektif untuk mengeluarkan plasenta. Hal ini dikarenakan kondisi kandung kemih yang penuh dapat menghalangi proses keluarnya plasenta dari dalam rahim.
- Operasi. Jika cara-cara sebelumnya tidak berhasil dilakukan, maka akan dilakukan tindakan operasi darurat untuk mengeluarkan plasenta. Biasanya cara ini diambil sebagai opsi terakhir oleh dokter, karena dikhawatirkan tindakan operasi dapat menyebabkan komplikasi lain pada ibu melahirkan.